Status anak jauh lebih baik daripada kekasih, bukan? Sebab kekasih bisa putus hubungan, namun anak tidak. Kita sering mendengar istilah “bekas kekasih” tapi tidak ada “bekas anak.” Kekasih tidak pasti dapat warisan, sebaliknya anak pasti mendapatkannya.
Islam mengajarkan konsep menjadi kekasih Allah, sementara Kristen mengajarkan konsep menjadi anak Allah. Bukankah pantas kita mempertimbangkan, konsep mana yang lebih menjamin masuk surga?
Bagaimana Cara Menjadi Kekasih Allah?
Al-Quran mengajarkan, “Ingatlah sesungguhnya wali-wali Allah [kekasih Allah] itu . . . orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa . . . ” (Qs 10:62-63).
Agar menjadi wali atau kekasih Allah, seorang Mukmin harus bertakwa, yaitu menunaikan semua kewajiban agamanya. Seperti sholat wajib lima waktu, puasa Ramadan, membayar zakat, dan ibadah haji jika mampu.
Itu semua belumlah cukup, dan harus ditambah sholat-sholat sunnah, sedekah, membaca Al-Quran, berzikir, mengajarkan ilmu, menolong sesama, dsb.
Mereka juga wajib menjauhi semua perilaku dosa dan maksiat, sampai yang terkecil sekalipun. Antara lain, bergosip, menyakiti orang lain, berkata keji, berdusta, melihat sesuatu yang haram dan perbuatan buruk lainnya. Janji Al-Quran, “. . . ‘Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah)’, pada sisi Tuhan mereka ada surga . . .” (Qs 3:15).
Jika melakukan dosa-dosa itu, mustahil kita masuk surga, bukan?
Dapatkah Kita Menjadi Wali/Kekasih Allah?
Nasrani setuju, bahwa manusia wajib menaruh cinta kepada Allah dengan cara menaati semua perintah dan larangan Allah. Untuk menjadi wali Allah, maka kita harus hidup sesuai dengan kehendak Allah.
Namun, dapatkah kita menaati semua perintah dan menjauhi semua larangan-Nya? Dapatkah kita menaati firman Allah tanpa melanggarnya walau sekali pun? Bukankah kita sering membenci, marah, dendam, bicara kotor, dan sebagainya?
Jika tidak dapat menaati semua perintah dan larangan Allah, maka mustahil kita menjadi wali-Nya, bukan? Artinya, kita gagal masuk surga.
Sampaikan pendapat Anda akan hal itu di sini.
Bagaimana Menjadi Anak Allah
Injil Allah mengajarkan, “. . . semua orang yang menerima-Nya [Isa Al-Masih] diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah . . .” (Injil, Rasul Besar Yohanes 1:12-13).
Istilah “menjadi anak Allah” adalah kata kiasan yang berarti Allah menerima manusia berdosa sebagai anak-anak-Nya, bukan berdasarkan ketaatan/amal baik mereka. Melainkan karena mereka percaya kepada karya penebusan Isa Al-Masih melalui penyaliban-Nya. Seperti keluarga yang mengadopsi anak yatim piatu yang terlantar atau terbuang, demikianlah Allah mengadopsi kita sehingga menjadi anggota keluarga-Nya.
Karena dosa-dosanya, manusia terlantar, tersesat dan pasti binasa kekal di neraka. Tapi karena kasih-Nya, Allah mengadopsi setiap orang yang percaya kepada Isa Al-Masih, Kalimat/Firman-Nya. Sehingga mereka “. . . menjadi ahli waris Kerajaan [sorga] yang telah dijanjikan-Nya . . .” (Injil, Surat Rasul Besar Yakobus 2:5).
Jadi hanya anak-anak Allah yang terjamin masuk surga. Jika Anda ingin menjadi anak Allah yang mewarisi sorga-Nya, percayalah kepada Isa Al-Masih.
Bila ingin mendalami konsep ini, bertanyalah di sini.
[Staf Isa dan Islam – Untuk masukan atau pertanyaan mengenai artikel ini, silakan mengirim email kepada Staff Isa dan Islam.]
Fokus Pertanyaan Untuk Dijawab Pembaca
Staf IDI berharap Pembaca hanya memberi komentar yang menanggapi salah satu pertanyaan berikut:
- Setelah memahami perbedaan kedua ajaran itu, apakah pendapat Saudara?
- Manakah yang terbaik, menjadi kekasih Allah ataukah anak Allah? Berikan alasannya!
- Menurut artikel di atas, bagaimana penyaliban Isa Al-Masih dapat menjamin manusia masuk sorga?
Komentar yang tidak berhubungan dengan tiga pertanyaan di atas, walaupun dari Kristen maupun Islam, maaf bila terpaksa kami hapus.
Artikel Terkait
Berikut ini link-link yang berhubungan dengan artikel “Ke Surga, Mengapa Tidak Cukup Menjadi Kekasih Allah?” Jika Anda berminat, silakan klik pada link-link berikut:
- Pewaris Surga: Untuk “Hamba Allah” (Islam) Atau “Anak Allah” (Kristen)?
- Lebih Baik Hidup Sebagai “Anak” Ataukah “Hamba” Allah?
- Ceritera Inspiratif Yatim Bagi Mukmin Dan Nasrani
- Mengapa Orang Kristen Memanggil Allah Sebagai “Bapa”?
Video:
Untuk menolong para pembaca, kami memberi tanda ***** pada komentar-komentar yang kami rasa terbaik dan paling menolong mengerti artikel di atas. Bila bersedia, silakan juga mendaftar untuk buletin mingguan, “Isa, Islam dan Al-Fatihah.”
Apabila Anda memiliki tanggapan atau pertanyaan atas artikel ini, silakan menghubungi kami dengan cara klik link ini. Atau SMS/WA ke: 081281000718
PEDOMAN WAJIB MEMASUKAN KOMENTAR
Bagi Pembaca yang ingin memberi komentar, kiranya dapat memperhatikan hal-hal berikut ini:
1. Komentar harus menggunakan bahasa yang jelas, tidak melanggar norma-norma, tidak kasar, tidak mengejek dan bersifat menyerang.
2. Hanya diperbolehkan menjawab salah satu pertanyaan fokus yang terdapat di bagian akhir artikel. Komentar yang tidak berhubungan dengan salah satu pertanyaan fokus, pasti akan dihapus. Harap maklum!
Komentar-komentar yang melanggar aturan di atas, kami berhak menghapusnya. Untuk pertanyaan/masukan yang majemuk, silakan mengirim email ke: .