Setiap ayah ingin agar anaknya menghormati dia dengan tulus tanpa merasa terpaksa. Mengasihi dan melayani si ayah dengan sungguh-sungguh. Bukan dengan kepura-puraan atau selalu penuh dengan rasa ketakutan.
Bila ayah saja berharap cinta kasih yang tulus dari anaknya, terlebih lagi Allah, bukan? Bagaimana bila umat beragama mendapat paksaan untuk beribadah? Apakah ibadah karena terpaksa berkenan kepada Allah?
Terpaksa Beribadah Karena Syariah
Dalam beberapa tahun terakhir, kelompok-kelompok Islam garis keras di Indonesia telah membantu dalam memperkenalkan 400 undang-undang yang mengacu kepada hukum syariah. Mereka juga mendorong legalitas atas hukum baru yang berdasarkan hukum agama, yaitu syariah. Diantaranya, kewajiban menggunakan hijab bagi wanita Muslim dan non-Muslim di daerah-daerah tertentu.
Baru-baru ini Bupati Cianjur mengeluarkan satu aturan baru. Isinya, mewajibkan pegawai pemerintah menggunakan alat pemindai jari di sebuah masjid. Tujuannya, untuk menandakan kehadiran mereka pada shalat subuh. Aturan ini dianggap sebagai hukum yang memaksa orang beribadah.
Ide ini cukup baik jika dilakukan dengan tulus. Tapi, bagaimana bila mereka shalat karena takut kepada Bupati dan merasa terpaksa untuk beribadah? Mungkin agar mendapat pujian dari Bupati, agar naik pangkat, atau supaya terlihat sholeh?
Apa akibat suatu ibadah yang dipaksakan? Bila hal itu terjadi, maka tidak menutup kemungkinan aturan baru ini akan melahirkan ratusan umat beragama yang munafik, bukan? Yaitu orang-orang yang paksakan diri untuk beribadah. Apakah ibadah karena terpaksa dan bukan dengan tulus hati berkenan di hadapan Allah? Kirimkanlah tanggapan Anda lewat email.
Isa Al-Masih dan Hukum-Nya
Kitab Allah mengajarkan, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu” (Injil, Rasul Lukas 12:30). Lebih lanjut Kitab Allah berkata, “. . . barangsiapa menyembah Dia [Allah], harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran” (Injil, Rasul Besar Yohanes 4:24).
Firman Allah ini mengajarkan agar umat-Nya mengasihi Dia dengan sungguh-sungguh dan sepenuh hati. Juga, Allah ingin agar umat-Nya menyembah Dia dengan kebenaran. Bukan dengan kepalsuan atau pura-pura ibadah karena terpaksa.
Sebab orang yang beribadah secara terpaksa atau penuh kepura-puraan, sama seperti orang munafik. Isa berkata, orang munafik “sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran” (Injil, Rasul Besar Matius 23:27).
Pengorbanan Isa Al-Masih, Tulus atau Terpaksa?
Isa Al-Masih tidak pernah merasa terpaksa saat mengorbankan diri-Nya guna memberi jaminan keselamatan bagi manusia berdosa. Dengan sangat jelas Isa berkata, “Aku memberikan nyawa-Ku untuk menerimanya kembali. Tidak seorangpun mengambilnya dari pada-Ku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali” (Injil, Rasul Besar Yohanes 10:17-18).
Pilihan ada di tangan Anda. Apakah Anda ingin menyembah Allah dengan tulus hati, atau secara terpaksa dan pura-pura!? Jika Anda ingin tahu bagaimana mengasihi Allah dengan hati yang tulus, silakan menghubungi staff IDI lewat email ini.
[Staf Isa dan Islam – Untuk masukan atau pertanyaan mengenai artikel ini, silakan mengirim email kepada Staff Isa dan Islam.]
Fokus Pertanyaan Untuk Dijawab Pembaca
Staf IDI berharap Pembaca hanya memberi komentar yang menanggapi salah satu pertanyaan berikut:
- Setujukah Saudara dengan adanya paksaan untuk beribadah secara sepihak dari kelompok tertentu seperti yang dijelaskan pada artikel di atas? Jelaskan alasan Saudara!
- Apakah menurut Saudara, dengan hukum memaksa orang shalat, dapat menjamin ibadah tersebut berkenan di hadapan Allah? Jelaskan alasan Saudara!
- Menurut Saudara, ibadah yang bagaimanakah yang berkenan di hadapan Allah?
Komentar yang tidak berhubungan dengan tiga pertanyaan di atas, walaupun dari Kristen maupun Islam, maaf bila terpaksa kami hapus.
Artikel Terkait
Berikut ini link-link yang berhubungan dengan artikel “Apakah Allah Menerima Ibadah Yang Dilakukan Karena Terpaksa?”. Berkenankah Allah pada Ibadah Demikian?” Jika Anda berminat, silahkan klik pada link-link berikut:
- 8 Kekurangan Dalam Ibadah Nasrani
- Ritual Ibadah Tertinggi Yang Diterima Allah
- Menunaikan Ibadah Haji Menghapus Semua Dosa Saya?
- Banyak Peraturan Membatalkan Puasa Ramadhan, Mampukah Menunaikannya?
Video:
Untuk menolong para pembaca, kami memberi tanda ***** pada komentar-komentar yang kami rasa terbaik dan paling menolong mengerti artikel di atas. Bila bersedia, silakan juga mendaftar untuk buletin mingguan, “Isa, Islam dan Al-Fatihah.”
Ditulis oleh: Saodah
Apabila Anda memiliki tanggapan atau pertanyaan atas artikel ini, silakan menghubungi kami dengan cara klik link ini. Atau SMS/WA ke: 081281000718
*
3. Hubungan seorang bapak-anak dalam keluarga adalah bijak berdasarkan karena pengertian dan kasih sayang. Demikian juga hubungan kita dengan Allah sudah seharusnya berdasarkan pengertian dan kasih sayang bukan karena terpaksa atau rasa takut. Kita beribadah kepada Allah karena kita mengerti Dia menyelamatkan kita dalam kehidupan setiap hari dan keselamatan hidup kekal. Karena kasih sayang Allah kepada saya maka saya selalu beribadah dengan mengucap syukur berdoa dan mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri. Ibadah yang berkenan pada Allah di antaranya mempersembahkan tubuh kita yang kudus dan berkenan kepada Allah. Menjauhi godaan hawa nafsu birahi yang tidak terkendali.
*
Saudara Realita,
Memang mempersembahkan tubuh merupakan ibadah yang berkenan di hadapan Allah karena kita merelakan tubuh yang ada untuk melakukan firman Allah sehingga tidak mengikuti hawa nafsu. Ibadah yang demikian adalah ibadah yang berkenan kepada Allah karena merelakan Allah yang memimpin hidup manusia.
~
Solihin
~
Konsekuensi bernegara adalah mematuhi UUD negara, mematuhi dasar negara dan mematuhi undang-undang dan aturan negara lainnya. Agama adalah organisasi besar, lebih besar dari negara. Anda tidak mematuhi hukum negara, siap-siap anda diciduk. Apakah penerapan hukum negara itu memaksa? Ya, sangat memaksa. Apakah anda keberatan? Silakan keberatan dan silakan langgar aturan itu dan siap-siap menerima akibatnya. Demikian pula organisai agama. Aturan itu tetap memaksa. Anda yang hidup di negara mayoritas Islam mesti menyesuaikan diri. Jangan protes.
~
Saudara Gandhi,
Memang benar bahwa negara memiliki aturan. Namun, ibadah bersifat relasional antara Allah dengan manusia, bukan terpaku pada aturan. Tentu ini dua hal yang berbeda. Bila ibadah dilakukan berdasarkan paksaan sebagaimana telah disinggung dalam artikel di atas, maka apakah ibadah tersebut diterima Allah? Bagaimana mungkin seseorang beribadah dengan rasa keterpaksaan?
Kami berpendapat bahwa ibadah tidak berhubungan dengan mayoritas atau minoritas sebab beribadah adalah hubungan pribadi dengan Allah. Lagi pula, negara ini bukan berlandaskan hukum agama, melainkan Pancasila. Kami berharap saudara dapat memahaminya.
~
Solihin
~
Dari Abu Hurairah ra, rasulullah saw bersabda, “Demi Allah SWT, sungguh aku pernah bertekad untuk menyuruh orang membawa api, lalu aku akan berangkat mencari para lelaki yang tidak ikut shalat berjamaah supaya aku bisa membakar rumah-rumah mereka”
(Sahih Bukhari dan Muslim).
~
Saudara Agur,
Menarik sekali kutipan hadits tersebut. Setiap orang yang beribadah dengan tulus ikhlas menyadari bahwa dirinya memerlukan Allah. Artikel di atas telah memberikan ilustrasi yang baik mengenai hubungan ayah dan anak. Kiranya ilustrasi tersebut dapat menolong pengunjung situs ini dalam memahami ibadah.
~
Solihin
*****
1. Ibadah itu harus didasari tulus ikhlas karena Allah, sebab itu adalah syarat utama agar ibadahnya diterima, tapi kita semua tahu bahwa setan itu tidak akan senang kalau manusia itu beribadah kepada Allah. Maka dari itu setan selalu senantiasa menggoda manusia agar manusia tidak beribadah kepada Allah. Maka dari itu terkadang kita harus melawan dan memaksakan diri kita untuk
selalu beribadah kepada Allah SWT.
2. Mengenai ibadah itu diterima atau tidak, hanya Allah saja yang tahu, tapi kalau kita memaksakan diri melawan rasa malas beribadah kepada Allah karena godaan setan, pemaksaan ini perlu dilakukan, agar kita menjadi terbiasa untuk disiplin menyembah Allah
3. Tulus ikhlas karena Allah.
*****
Saudara Rizal,
1. Memang benar bahwa ibadah harus didasarkan pada ketulusan. Namun, bila ibadah diwajibkan, maka itu bersifat pemaksaan. Berapa banyak orang yang beribadah dengan rasa tulus ikhlas karena ibadah itu dipaksakan? Bagaimana menurut saudara?
2. Melatih diri untuk beribadah adalah baik karena itu berasal dari kesadaran diri sendiri. Namun, bila ibadah dilakukan atas dasar kewajiban, maka hal itu tidak muncul dari kesadaran, melainkan keterpaksaan, bukan? Pertanyaannya adalah apakah ibadah yang muncul karena keterpaksaan dan kewajiban diterima Allah?
3. Menarik sekali pernyataan saudara. Namun, sejauh manakah kita tulus dan ikhlas beribadah bila ibadah yang dilakukan karena kewajiban? Bukankah kewajiban menjadikan ibadah dilakukan atas dasar aturan, dan bukan ketulusan? Bagaimana menurut saudara?
~
Solihin
~
Dari Amr bin Syuaib, dari bapaknya dari kakeknya, bahwa Muhammad berkata, “Perintahkan anak-anak kalian untuk melakukan shalat saat usia mereka tujuh tahun, dan pukullah mereka saat usia sepuluh tahun. Dan pisahkan tempat tidur mereka” (Abu Daud dan Ahmad, dishahihkan oleh Al-Albany).
~
Saudara Agur,
Menarik sekali kutipan pernyataan di atas. Ibadah yang dilakukan atas dasar pemaksaan tidak akan mendorong terciptanya pengertian yang benar mengenai dan mengenal Allah. Kami berharap saudara-saudara di forum ini memikirkan makna ibadah sesungguhnya.
~
Solihin
~
Allah sangat benci orang-orang munafik, yang datang padanya hanya berdasarkan kewajiban dan ingin dilihat orang, yang berdoa dipinggir-pinggir jalan serasa paling suci, tetapi kenyataannya hidupnya penuh kebencian dan kekotoran. Allah sangat senang dengan orang-orang yang datang pada-Nya dengan kerinduan dan kasih pada-Nya.
~
Saudara Hendy,
Memang benar bahwa Allah tidak menyukai orang yang beribadah hanya di bibir saja. Kami teringat firman Isa Al-Masih yang menyatakan, “Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku” (Injil, Rasul Besar Matius 15:8). Menjadi pertanyaan penting bagi kita, apakah kita beribadah hanya di bibir saja, tetapi hati kita menjauh dari-Nya?
~
Solihin
~
Jika orang lain tidak mau shalat maka apakah itu artinya Muhammad mengatakan mereka menjadi santapan pedang?
Dari Ummu Salamah ra. berkata bahwa nabi saw bersabda, “Suatu saat akan datang pemimpin yang lalai terhadap shalat. Siapa yang tidak mengikutinya maka dia telah bebas.Tetapi siapa yang mengikutinya maka dia telah kafir. Kemudian para shahabat berkata, “Apakah kami boleh memerangi mereka dengan pedang.” Rasulullah menjawab, “Jangan selama mereka mengerjakan shalat.” (Hadits Sahih Muslim).
~
Saudara Agur,
Menarik sekali hadits yang dikutip saudara. Shalat dengan rasa keterpaksaan tidak memberikan faedah bagi yang bersangkutan. Namun, ibadah yang didasarkan pada sikap mengasihi kepada Allah, maka ibadah itu memiliki dasar yang jelas. Kami berharap kita beribadah atas dasar kasih kepada Allah.
~
Solihin
~
Solihin,
Anda berkata bila ibadah diwajibkan, maka itu bersifat pemaksaan. Anda harus tahu dulu bahwa Allah menciptakan manusia itu tujuannya untuk beribadah kepadanya (Qs 51:56), bukan untuk bersenang-senang dan tidak hanya jin dan manusia saja, tapi seluruh alam semesta ini bertasbih kepada Allah, yang artinya alam semesta juga beribadah kepada Allah SWT (Qs 57:1). Dan di Injil juga Yesus berkata harus beribadah kepada Allah (Markus 12:29-30).
Sekarang kalau anda merasa kewajiban beribadah merupakan pemaksaan, lalu anda maunya apa? Bukankah kedua kitab juga memerintahkan untuk beribadah kepada Allah? Apakah anda mau tergolong pengikut setan yang tidak mau beribadah kepada Allah?
~
Saudara Rizal,
Saudara memberikan perbandingan yang menarik dengan mengutip ayat Al-Quran dan Injil. Bila saudara mencermati ayat Injil, Rasul Markus 12:29-30, maka yang ditekankan Isa Al-Masih adalah mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa, akal budi, dan kekuatan kita. Sedangkan Qs 51:56 umat Islam diminta untuk mengabdi kepada Allah SWT. Kata ‘mengabdi’ mengandung makna keharusan. Suka atau tidak, umat Islam harus beribadah kepada Allah SWT.
Bila kita mencermati hal ini, maka kita mengetahui bahwa ada motivasi berbeda dalam beribadah antara umat Islam dan pengikut Isa Al-Masih. Pengikut Isa Al-Masih beribadah karena mengasihi Allah. Sedangkan umat Islam karena mengabdi. Pertanyaannya adalah apakah ibadah yang diharuskan dan diwajibkan mendorong umat Islam sungguh-sungguh mengasihi Allah? Bagaimana saudara?
~
Solihin
~
Akibat dari kelalaian shalat:
1. Shalat Subuh: sekali lalai melakukannya akan dimasukkan ke dalam neraka selama 30 tahun yang sama dengan 60.000 tahun di dunia.
2. Shalat Zuhur: sekali lalai maka dosanya sama dengan membunuh 1.000 umat Islam.
3. Shalat Asar: sekali lalai melakukannya itu sama saja dengan meruntuhkan Ka’bah.
4. Shalat Magrib: sekali lalai maka dosanya sama dengan berzina dengan orangtua.
5. Shalat Isya: sekali saja lalai maka Allah SWT akan melaknatnya di bumi atau di bawah langit.
~
Saudara Agur,
Konsekuensi tidak melaksanakan ibadah atau shalat yang disampaikan saudara sangat menarik. Kami berpendapat bahwa sangat baik bila saudara menyebutkan sumbernya sehingga ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk mempelajari lebih jauh bagi saudara-saudara di forum ini. Bagaimana saudara?
~
Solihin
~
Solihin: “Pertanyaannya adalah apakah ibadah yang diharuskan dan diwajibkan mendorong umat Islam sungguh-sungguh mengasihi Allah? Bagaimana saudara?”
Tentu saja! Kami umat Islam sungguh-sungguh mengasihi kepada Allah SWT. Maka dari itu kita mengabdi hanya kepada Allah SWT. Bahkan kalau Anda menganalisa fakta yang terjadi di lapangan umat Islam lebih mengasihi Allah dari pada umat Kristen. Buktinya:
1. Allah memerintahkan berpuasa. Yesus berpuasa, umat Islam berpuasa, Kristen tidak.
2. Allah memerintahkan berkhitan dalam hadist. Yesus dikhitan, umat Islam dikhitan, Kristen tidak. Bukankah ini bukti kalau umat Islam lebih mengasihi Allah SWT dari pada umat Kristen?
~
Saudara Rizal,
Kami senang bila umat Islam sungguh-sungguh mengasihi Allah. Namun, bila kita mencermati lebih jauh, benarkah pernyataan di atas sungguh-sungguh terjadi? Sebab faktanya umat Islam diwajibkan beribadah. Artikel di atas menjelaskan bahwa baru-baru ini Bupati Cianjur mengeluarkan satu aturan baru. Isinya, mewajibkan pegawai pemerintah menggunakan alat pemindai jari di sebuah masjid. Tujuannya untuk menandakan kehadiran mereka pada shalat subuh.
Bukankah ibadah jenis ini adalah ibadah paksaan? Mengapa orang beribadah harus menggunakan alat pemindai jari? Benarkah ibadah ini akan diterima Allah? Mengapa? Bagaimana saudara menjelaskan hal ini?
~
Solihin
~
Solihin: “Bukankah ibadah jenis ini adalah ibadah paksaan? Mengapa orang beribadah harus menggunakan alat pemindai jari?”
Kalau Anda meninjau lagi kepada Al-Quran dan hadist tidak ada perintah beribadah harus memakai pemindai jari pada saat sholat subuh, tanpa itu semua umat Islam sendiri menyadari setiap perbuatan itu pasti ada balasannya. Jadi, apa yang dilakukan oleh bupati cianjur adalah upaya untuk mendisiplinkan waktu ibadah. Sebab seperti yang sudah saya katakan sebelumnya bahwa setiap kita mau melakukan ibadah, setan pasti akan menggoda untuk tidak mengerjakannya. Maka dari itu untuk melawan godaan setan hal seperti yang bupati cianjur terapkan. Itu hanya salah satu upaya untuk melawan godaan setan, bukan untuk memaksa beribadah.
~
Saudara Rizal,
Saudara memberikan tanggapan yang menarik sekali. Bahwa untuk melawan godaan setan, maka dibuat alat pemindai jari. Kalau boleh tahu, apakah setan akan takut dengan alat pemindai jari tersebut sehingga tidak menggoda umat Islam beribadah? Bukankah dengan alat pemindai jari menandakan umat Islam dipaksa untuk beribadah? Barangkali beberapa Muslim tidak ada keinginan untuk beribadah, tetapi karena ada alat pemindai jari, maka mereka terpaksa beribadah.
Pertanyaannya adalah benarkah ibadah yang dilakukan dengan rasa terpaksa diterima Allah? Mengapa? Mohon kiranya saudara menjelaskannya.
~
Solihin
~
Solihin: “Apakah setan akan takut dengan alat pemindai jari tersebut sehingga tidak menggoda umat Islam beribadah?”
Anda benar sekali bahwa setan tidak akan takut dengan pemindai jari. Itu hanya mekanisme yang diterapkan bupati kepada para bawahannya supaya disiplin dalam beribadah.
“Bukankah dengan alat pemindai jari menandakan umat Islam dipaksa untuk beribadah? Barangkali beberapa Muslim tidak ada keinginan untuk beribadah, tetapi karena ada alat pemindai jari, maka mereka terpaksa beribadah.”
Bukankah ini bagus kalau orang Muslim malas beribadah berarti orang tersebut dalam pengaruh setan, tapi karena adanya aturan yang diterapkan bupati tersebut akhirnya orang yang malas ibadah terikat dengan aturan tersebut, yang akhirnya terdorong untuk beribadah. Bukankah ini bagus?
“Pertanyaannya adalah benarkah ibadah yang dilakukan dengan rasa terpaksa diterima Allah?”
Ibadah yang terpaksa itu tidak akan diterima Allah SWT, tapi kalau kita tidak ibadah kepada Allah SWT itupun kena azab Allah SWT. Saya ingin bertanya, kalau anda dan keluarga malas beribadah kepada Allah apa yang anda lakukan? Sementara ibadah kepada Allah adalah kunci keselamatan masuk surga (Matius 7:21 dan 19:16-18). Saya ingin tahu tanggapan anda.
~
Saudara Rizal,
Saudara memberikan pernyataan yang menarik bahwa alat pemindai jari agar orang yang malas ibadah terikat dengan aturan tersebut. Bukankah ibadah dengan keterpaksaan tidak diterima Allah? Jika demikian, mengapa harus dibuat dan diikat dengan alat pemindai jari agar disiplin? Bukankah ibadah dengan ketulusan hati yang lebih penting dan diterima Allah? Bagaimana saudara?
Mengenai pertanyaan saudara. Saya dan keluarga beribadah karena rasa syukur kepada Allah yang telah memberikan keselamatan, bukan untuk mendapatkan keselamatan masuk sorga. Itu sebabnya, kami beribadah karena rasa sayang kepada Allah, bukan keterpaksaan.
~
Solihin
~
To: Rizal,
Kalau saya sedang malas karena keinginan daging dan godaan Iblis untuk bergaul dengan Yesus. Saya akan berdoa pada Yesus supaya Dia yang menguatkan dan memberikan kemampuan untuk datang ke hadirat-Nya, tetapi saya datang bukan karena paksaan untuk datang pada-Nya. Apabila orang yang sudah menerima Yesus dalam hatinya, rohnya akan merasa rindu untuk berkomunikasi atau bergaul dengan Yesus, walaupun kadang-kadang dagingnya lemah.
Sorry, saya koreksi daging bukan kadang-kadang lemah, tetapi daging itu sering lemah tetapi roh yang selalu rindu bergaul erat dengan Yesus, Firman Allah yang hidup, juga dengan Bapa dan juga Roh Kudus.
~
Saudara Hendy,
Memang ibadah yang baik bukan karena rasa terpaksa atau paksaan, melainkan karena rasa rindu kepada Allah. Hal ini dapat terjadi karena menyadari bahwa ibadah sebagai rasa syukur karena keselamatan yang diberikan Isa Al-Masih, bukan karena mengharapkan keselamatan masuk sorga. Kiranya saudara-saudara di forum ini memahaminya.
~
Solihin
~
Hendy: “Kalau saya sedang malas karena keinginan daging dan godaan Iblis untuk bergaul dengan Yesus. Saya akan berdoa pada Yesus supaya Dia yang menguatkan dan memberikan kemampuan untuk datang ke hadirat-Nya.”
Apakah itu berhasil? Melawan kemalasan dari godaan Iblis.
~
Saudara Rizal,
Tentu pengalaman yang dialami saudara Hendy bersama Isa Al-Masih menjadi pengalaman yang menarik. Dan pertanyaan saudara sangat baik. Kiranya saudara Hendy berkenan menjelaskannya.
Namun, bila mengacu pada artikel di atas, maka saudara pun setuju bahwa ibadah yang dilakukan dengan terpaksa tidak diterima Allah. Bupati Cianjur menerapkan alat pemindai jari agar umat beribadah, tetapi tentunya tidak semua umat Islam melaksanakan ibadah tersebut dengan ketulusan. Barangkali ada yang melaksanakannya dengan rasa terpaksa, bukan?
~
Solihin
*****
1. Menurut saya tidak setuju adanya paksaan untuk memeluk satu keyakinan untuk menyatakan adanya Tuhan Allah. Namun kita harus skeptis, melihat bagaimana kharisma pembawa ajaran menuju sorga. Adakah yang mampu memberikan sorga, selain Tuhan Allah Yesus Kristus? Mari kita mendengar dan membaca perkataan Tuhan Allah Yesus Kristus: “Barangsiapa percaya kepada Yesus Kristus,ia melihat hidup kekal” (Yoh. 3:36).
2. Bagi setiap umat untuk memaksa kehendak adalah salah, melanggar HAM. Dan setiap doa karena pemaksaan adalah sia-sia.
3. Jenis ibadah yang tidak memaksa, keluar dari lubuk hati dan pikiran, yang melihat kesucian dan tidak ada unsur kesengajaan dalam ibadah, seperti perkataan Yesus Kristus, “Datanglah kepadaku yang letih lesuh”. Amin.
To: Saudara Staff IDA,
Saudaraku, jikalau kita berdoa dengan menggunakan jati diri alat elektronik untuk berdoa seperti yang disarankan oleh pihak tertentu agar sahih adalah unsur paksaan, sehingga doa adalah kesia-siaan. Tuhan Allah Yesus sendiri tidak mengajarkan hal demikian karena tidak ada seorangpun tidak berdosa, secara hati bila ditanya.
~
Saudara Natal,
Memang benar bahwa ibadah yang dilakukan dengan rasa keterpaksaan tidak akan diterima. Apalagi ibadah dengan alat pemindai jari yang merupakan ide dari sang bupati. Tentu ibadah demikian menimbulkan beragam reaksi. Ada yang menerima, tetapi bisa saja ada yang merasa terpaksa. Pertanyaannya adalah apakah ibadah yang dilakukan karena alat pemindai jari dapat diterima Allah?
~
Solihin
~
Allah orang kristen Maha Pengasih dan Penyayang.
Lukas 15:17-20, “Lalu ia menyadari keadaannya, katanya: Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan. Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa. Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia.”
~
Saudara Agur,
Ayat dari Injil, Rasul Lukas tersebut merupakan gambaran kasih Allah kepada manusia. Sekalipun manusia berdosa, tetapi Allah berkenan menunjukkan rahmat-Nya yang besar kepada manusia. Kalau boleh tahu, apa yang hendak saudara sampaikan dari ayat tersebut berkenaan dengan artikel di atas?
~
Solihin
~
Membuat peraturan pengisian daftar hadir dan sejenisnya tidak salah. Mengapa? Karena orang tua yang haus hormat tidak melihat hati tapi melihat batang hidung.
Staf IDI,
Supaya umat Muhammad mengerti bahwa perumpamaan yang Yesus Kristus pakai dalam Lukas 15:11 adalah kasih Allah Bapa kepada manusia. Sebab jika bapa duniawi saja mengasihi seperti itu maka Bapa sorgawi pasti lebih lagi. Seandainya anak bungsu itu berurusan dengan Muhammad pasti nyawanya melayang. Yang penting bagi Muhammad adalah tunduk di depan matanya, entah itu terpaksa atau tulus itu tidak penting.
~
Saudara Agur,
Memang perumpamaan yang disampaikan Isa Al-Masih mengandung makna kasih yang besar dari Bapa kepada anaknya. Seyogianya umat beragama beribadah pun dilandaskan pada kasih, bukan keterpaksaan. Harap hal ini dipahami oleh semua umat beragama.
~
Solihin
~
To: Sejarah,
Makanya pengikut Kristus itu berkomunikasi dan bergaul dengan Allah bukan suatu paksaan tapi kerinduan dari roh yang ada dalam diri pengikut Kristus. Beda sekali dengan Allah SWT yang memaksa manusia untuk beribadah kalau tidak kena azab, neraka jahanam. Allah apa yang memaksa manusia untuk berubadah padanya? Kalau ingin ada yang menyembah dan beribadah dengan paksaan, sudah saja ciptakan robot, jangan manusia. Jadi, tidak usah susah-susah memaksa beribadah padanya.
~
Saudara Hendy,
Memang benar bahwa Allah tidak pernah memaksa manusia untuk beribadah kepada-Nya. Bahkan bila kita memerhatikan Nabi Adam pun diberikan kesempatan untuk memilih untuk taat atau tidak. Nah, ibadah yang dilandaskan pada keterpaksaan adalah ibadah yang tidak memiliki manfaat bagi yang bersangkutan. Berharap hal ini dipahami.
~
Solihin
~
Solihin: “Bukankah ibadah dengan keterpaksaan tidak diterima Allah?”
Anda benar.
“Jika demikian, mengapa harus dibuat dan diikat dengan alat pemindai jari agar disiplin?”
Apakah anda punya ide lain agar secara mekanisme ibadah bisa disiplin?
“Bukankah ibadah dengan ketulusan hati yang lebih penting dan diterima Allah? Bagaimana saudara?”
Anda benar. Saya sudah katakan itu di awal bahwa ibadah dengan tulus hati akan diterima ibadahnya oleh Allah SWT. Tapi dalam pelaksanaan ibadah selalu ada godaan yaitu setan, secara praktek di lapangan hal ini perlu mendisiplinkan dan memaksakan diri supaya jangan sampai tergoda oleh bujuk rayu setan. Oleh sebab itu, salah satu upaya mendisiplinkan adalah membuat aturan seperti yang diterapkan bupati Cianjur.
~
Saudara Rizal,
Memaksa orang beribadah dengan alat pemindai jari tidak akan berguna. Apakah mekanisme tertentu akan menolong seseorang tulus beribadah? Setiap ibadah yang diatur berdasarkan mekanisme yang ada, maka ibadah tersebut tidak pernah muncul dari hati, melainkan dari aturan. Aturan atau mekanisme apapun tidak akan membuat manusia disiplin dalam beribadah.
Menurut kami, hanya orang-orang yang menyadari rahmat Allah yang dapat beribadah dengan hati tulus. Mengapa? Karena ia tahu bahwa hidupnya adalah rahmat semata. Nikmat syukur yang dimilikinya mendorongnya untuk beribadah dengan tulus ikhlas. Pertanyaannya adalah apakah cara yang ditempuh bupati Cianjur adalah cara yang baik, efektif, dan menghasilkan sikap yang tulus dalam beribadah? Mengapa?
~
Solihin
~
Yang penting di mulut, yang di hati tidak apa apa, soalnya tidak kelihatan.
Ketika Abu Sufyan dihadapkan kepada Muhammad, lalu Muhammad berkata: “Waspadalah Abu Sufyan. Bukankan ini saatnya bagimu untuk percaya bahwa tiada Tuhan selain Allah SWT?” Jawab Abu Sufyan: “Aku percaya akan hal itu.” Kemudian Muhammad berkata: “Waspadalah wahai Abu Sufyan, bukankah ini saatnya bagimu untuk mengetahui bahwa aku adalah rasulullah?” Abu Sufyan menjawab: “Demi tuhan, hatiku ragu akan hal itu.” Abbas yang hadir di situ berkata kepada Abu Sufyan: “Masuk Islamlah dan akuilah bahwa Muhammad adalah rasulullah sebelum lehermu dipenggal dengan pedang.” Lalu Abu Sufyan menyatakan beriman dan masuk Islam daripada lehernya putus (Oleh Ibnu Hisyam).
~
Saudara Agur,
Ibadah dengan keterpaksaan hanya menghasilkan ketidaktulusan dalam beribadah. Tentu hal ini tidak diterima Allah. Riwayat yang disampaikan saudara merupakan riwayat yang menarik untuk disimak. Namun, kami berharap kita dapat memikirkan dan merenungkan bagaimana kita dapat mengasihi Allah, terutama dalam beribadah.
~
Solihin